Kopi
Secangkir kopi yang baru saja keluar dari sudut rumah paling belakang, kamu membawanya. Penuh hati-hati, namun begitu yakin melangkah menujuku. Aku sengaja membiarkan kopi itu mendingin agar aku bisa cepat menyelesaikan kita. "Diminum dulu". "Aku ingin kita menyudahi nya". Hening terjadi begitu lama, kira nya 15 detik berlalu dan kamu membuka suara kembali. "Baiklah, namun minumlah dahulu kopi nya". "Kamu tidak bertanya mengapa aku mengambil keputusan ini?". Aku ingin sekali kamu marah besar namun yang terjadi kamu hanya diam. "Aku tidak akan menanyakan alasannya dan kalaupun aku memohon untuk tidak bersama lagi itu akan sulit, lagi pula dari satu bulan lalu, kamu sudah tidak bersamaku" jawabmu. Kulihat kopi itu makin mendingin, biar saja, aku memang tidak berniat untuk meminumnya. Pikiranku kalut dan meledak ledak, aku hanya ingin dia meluapkan amarahnya. "Kamu makan malam denganku, namun seperti tidak bersamaku. Kamu membiarkan jeda diantara kita semakin lebar" suaramu memecahkan kalut dipikiranku. "Kamu mengajakku menonton film namun hanya kamu saja yang menyukainya, kamu lupa memikirkanku". "Aku kira kamu menyukai apa yang aku sukai" selaku. "Kamu pernah mencoba untuk menyukai apa yang kusukai?", aku terdiam. "Minumlah kopinya terlebih dahulu". Aku sama sekali tidak peduli apakah rasa kopi itu akan begitu mengenaskan atau tidak karena dinginnya sudah bukan main.
"Aku tidak sengaja membaca seluruh catatan harianmu". "Lancang sekali kamu!" kali ini aku sudah tidak peduli dengan kopi, yang ku pedulikan hanyalah catatan harianku terbaca olehnya. "Aku mengetahui bahwa jiwamu selama ini tidak bersamaku". "Mengapa kamu lancang sekali? Sudah ku bilang bukan? jangan sekali-sekali kamu baca catatan harianku!". "Sudahlah, minumlah kopi dahulu". Persetan dengan kopi, aku sudah tidak peduli dengan kopi itu. "Kalaupun aku memperdebatkan mengapa kamu ingin mengakhiri kita, aku sudah mengetahui jawabannya". "Jangan menjadi manusia paling tahu segalanya!" jawabku dengan segala amarah yang siap ku luapkan. "Aku mengetahuinya melalui tulisan-tulisan catatan harianmu". "Tulisan itu terdengar jujur dan kamu tidak akan pernah berbohong jika semua risaumu telah kamu tuangkan melalui penamu" lanjutmu sambil memandangku datar tanpa emosi sedikit pun. "Minumlah dulu kopinya sudah dingin". Mau tidak mau aku harus membuka suara, "bisa tidak kamu tidak membahas kopi? sejujurnya aku tidak peduli tentang kopi yang kamu buat itu. Yang ku pedulikan saat ini, kamu membaca seluruh catatan harianku!". "Tenang saja, aku sudah legowo mengetahui semuanya. Apa lagi yang kamu takutkan? Mengapa kamu begitu gusar?". Aku hanya tidak ingin seluruh manusia membacanya, aku hanya tidak suka. "Baiklah, karena keseluruhan waktu yang kita habiskan adalah semua-muanya keinginanmu, kali ini aku hanya ingin kamu meminum kopi ini". Lagi-lagi tentang kopi! Sialan!. Cepat-cepat aku mengambilnya dan meminumnya namun belum ada satu teguk, sudah kuberhentikan niatku meminum kopi itu. "Kamu tahu bukan? aku tidak suka kopi yang manis, mengapa kamu tambahkan gula? ini sudah terasa dingin sekali, aku tidak suka" omelanku membuatnya tersenyum. "Bahkan disaat seperti ini kamu hanya memikirkan tentang dirimu sendiri. Baiklah. Mungkin aku seperti kopi ini, aku bukan orang yang tepat berjalan bersamamu". Aku mematung, aku tidak suka jika dirinya yang mengakhiri kita, seharusnya aku!. Sinyal ini lagi. Aku memikirkan diriku sendiri lagi, bagaimana dengannya?. Sial, hanya dengan sebuah kopi, kamu menjelaskan segalanya.
Komentar