Berkunjung di Sore Hari
Suatu sore sekitar pukul lima Aku membawa seikat bunga lily
untuk kujadikan tanda bahwa Aku mengunjunginya. Aku hampir tidak baik saat itu.
Aku rapuh dan lemah tapi Aku tetap terus berjalan. Sesekali sambil merapikan
anak rambut yang mencuat. Aku melewati sebuah rumah minimalis dan terlihat segar di pandang mata.
Di halaman rumah itu Aku melihat taman bunga. Aku jadi ingin mengambil satu
tangkai saja sebelum penghuninya tahu. Gedoran pintu yang cukup keras membuatku
sedikit terlonjak, apakah itu?. Ada ibu tua renta yang keluar dari rumah dengan
kewalahan. Dan keluarlah seorang perempuan cantik mungkin seumuran denganku. “Ibu
itu bisa masak apa enggak sih?”. Ibu itu ingin menjawab tetapi perempuan itu
berkata lagi, “rumah ditinggal malah jadi kotor”. Ibu itu seperti kesulitan
untuk berbicara, “ibu itu dengar nggak kalau saya bicara?”. Ibu itu
menganggukkan kepala, “kalau ibu dengar seharusnya ibu bisa masak, seharusnya
ibu bersih-bersih rumah! Ibu mau tinggal disini apa enggak? Saya itu sudah
susah cari uang bu, susah cari uang..”. Aku masih diam ditempatku berdiri. Aku
melihat ibu itu mendongak ke arah anaknya dengan mata berkaca-kaca. “Udah saya
mau beli makan dulu, punya ibu satu aja susah ngurusnya” perempuan itu masuk ke
dalam mobilnya. Ibu tua duduk di bangku kayu yang ada di teras rumah, ibu itu
menangis. Aku melanjutkan perjalanan untuk mengunjungi suatu tempat sebelum
matahari tenggelam.
Ketika sampai Aku berjongkok dan membersihkan sekitarnya. Selesai
membersikan, Aku berjongkok dengan diam. 10 detik kemudian keheningan ini mulai
Aku lenyapkan. “Bagaimana kabar ibu disana?” Aku meletakkan satu tangkai bunga
lily yang ku bawa. “Aku disini sangat tidak baik bu” Aku meletakkan satu
tangkai bunga lily lagi. “Pekerjaan akhir-akhir ini sangat melelahkan dan bosku
kadang suka marah gak jelas bu”, Aku menata bunga lily yang ketiga. “Tadi Aku
melewati rumah yang cantik dengan taman bunga yang ada di depan rumahnya bu”,
Aku memutar bunga lily yang keempat dan menaruhnya. “Sungguh kejadian di depan
rumah itu sangat menyedihkan bu”, Aku membenarkan mahkota bunga lily dan
menaruhnya. “Aku tidak tahu harus bagaimana saat kejadian itu bu” Aku
meletakkan satu tangkai bunga lily lagi. “Kata ibu Aku tidak boleh mencampuri
urusan orang” Aku merapikan bunga lily yang ketujuh. “Tapi saat itu Aku ingin
sekali mencampuri urusan orang itu bu” Aku meletakkan bunga lily yang kedelapan
di tingkatan kedua diantara bunga lily yang sudah ku rapikan. Aku merapikan
rambut yang mulai tak karuan. “Aku ingin berkata kepada perempuan itu harusnya
dia bersyukur bu”, tangkai bunga lily selanjutnya ku letakkan. “Dia masih punya
ibu dan dia menyiakan ibunya begitu saja, ini sungguh menyedihkan” tangkai
bunga lily kesepuluh ku jejerkan dengan bunga yang lain. Aku melihat matahari
hampir terbenam. “Untuk satu tangkai bunga kesukaan ibu yang hampir terakhir
ini sebagai tanda bahwa hari ini Aku tidak menangis bu” Aku meletakkan
setangkai bunga lily. “Nah ini tangkai yang terakhir buat ibu karena dapat
salam dari ibu yang ku ceritakan tadi, di taman rumahnya ada bunga lily mirip
seperti ini jadi ya Aku menyampaikan salam saja” tangkai yang terakhir ku
letakkan dengan hati-hati. Pelan-pelan Aku meninggalkan tempat ibu. Sore itu
matahari telah terbenam dan angin semilir menuju ke peraduannya. Aku menatap sepatuku
yang lusuh. Aku merindukan ibu. Aku sangat merindukannya. Tapi Aku tahu ibu
juga membalas kerinduanku di tempat Tuhan.
Komentar