Mengambil Awan
Aku selalu mengira bahwa aku bisa mengambil awan dan menyimpannya dalam lemari pendingin. Dulu aku pernah menanyakan sesuatu pada teman sebangku sewaktu sekolah dasar, "apakah kamu tidak kesal karena harus ke sekolah setiap hari?". Temanku menjawab sambil membenarkan jam tangan ben ten-nya, "kamu kesal?". "Iya. Apakah kamu dipaksa untuk pergi ke sekolah?". "Kamu dipaksa sekolah?". "Iya. Tadinya aku tidak mau sekolah karena aku hanya ingin jadi penjaga toko buku saja". Temanku mengambil cookies dari dalam kotak makannya. Dia memakannya dan aku hanya menatap matanya yang tertuju pada 4 cookies itu. "Kamu suka cookies ya?", "kamu suka?" dia bertanya. "Aku tidak suka cookies karena rasa coklat", "bukannya para perempuan menyukai coklat?". Ingatanku langsung tertuju pada buku yang pernah ku baca selama satu jam di toko buku, "kalau mau terbang, gaboleh makan coklat". "Kamu mau terbang kemana?". "Aku mau mengambil awan! Kamu mau ikut tidak?". Dia sedikit ragu dan buru-buru menelan cookiesnya. Sambil memecahkan sisa remahan cookies di tangannya, dia bertanya "aku mau ikut!". Aku memeluknya erat, "yes! akhirnya ada yang mau ikut aku untuk mengambil awan". "Nanti malam, jangan tutup jendelamu ya!". Dia menganggukkan kepala yakin. Aku tersenyum lebar.
Sungguh menyebalkan diriku sewaktu sekolah dasar, aku melupakan misi untuk mengambil awan. Keesokan harinya aku berangkat sekolah seperti biasa. Temanku datang tetapi maminya juga ikut masuk ke kelas. Maminya bilang ke guru di kelas waktu itu, "Bu tolong ya Adin diberi pengertian, Semalam Adam tidak mau tidur karena menunggu Adin yang katanya mau mengambil awan. Adin memang aneh". Maminya langsung pergi. Aku menghampiri Adam. Adam menangis, aku memeluknya erat dan ikut menangis. "Maaf ya Adam semalam aku ketiduran. Besok siang kita bisa mengambil awannya". Adam mendorongku, menjauh dari pelukan. "Enggak mau. Kata mami kamu berbohong, kita tidak bisa mengambil awan!". Aku marah. Kenapa orang dewasa tidak pernah percaya sama aku?. Kenapa orang dewasa begitu mudahnya menuduh sesuatu. "Tidak! Kita bisa mengambil awan". "Tidak bisa!", "bisa!!", "tidak bisa!!". Aku menyerang Adam. Teman-teman sekelas ribut. Aku menghajar Adam. Semenjak saat itu, aku tidak lagi sebangku dengan Adam. Teman-temanku juga membenciku. Orang tuaku juga mulai melarangku untuk pergi ke toko buku. Saat itu aku merasa tidak ingin menjadi orang dewasa.
Komentar