Pikiran Pukul Dua Kurang Lima
Pagi ini
aku bangun lebih dulu sebelum pengingat waktu berbunyi. Pukul 02:55. Menuju
dapur untuk mengisi kekosongan perut. Jam-jam sekian biasanya rawan. Rawan
untuk berpikir lebih banyak, rawan untuk menelaah kekurangan diri sendiri,
rawan untuk berniat menghilang secara tiba-tiba di bumi ini, dan yang pasti
rawan untuk kehidupan perut kita. Gelas masih berserakan di meja makan,
sisa-sisa makan malam semalam. Makanan sudah habis hanya bekas bumbunya masih
melekat di piring-piring. Air mineral adalah jalan terbaik untuk saat ini,
meskipun tidak pernah benar-benar memuaskan perut tetapi setidaknya membuat
perasaan lega. Aku duduk, dalam sekali teguk ku habiskan air mineral. Aku mulai
berpikir tentang makanan semalam.
“Adek makan
telur ya?” bapak bertanya kepadaku, aku menganggukkan kepala tanda setuju. “Dicampur
sosis apa enggak?”, “iya pak”. Aku heran, bapak begitu hafal kesukaanku. Aku
juga hafal kesukaan bapak. Tapi yang menjadi pertanyaanku, bagaimana masku?.
Apakah dia pernah ditanya kalau mau dibuatkan makan malam?. Apakah dia
mengetahui kesukaan bapak?. Apakah dia mengetahui kesukaanku?. Tiba-tiba
makanan sudah siap, toh hanya sebuah menu sederhana yang bisa dimasak oleh
bapak-bapak. Jangan salah sangka kalau wanita lebih jago memasak. Bukti nyata, masakan
masku jauh lebih enak daripada masakanku. Singkirkan pikiran itu baik-baik
haha. Kami mulai makan malam. Anehnya bapak tidak pernah bertanya kepada mas,
seperti yang bapak lakukan kepadaku. Ya aku tau, masku memang tidak pernah
neko-neko kalau soal makanan. Tapi, apa bapak tahu makanan kesukaan mas?. Aku
bahkan baru menyadarinya sepagi ini, aku tidak pernah tahu makanan kesukaan
mas. Bagaimana rasanya jadi mas yang tidak pernah ditanya?. Bagaimana rasanya
jadi mas yang tidak pernah diketahui makanan kesukaannya?. Seketika aku sedih
membayangkannya. Sudah aku bilang sebelumnya, jam-jam sekian memang rawan untuk
kita terjaga. Aku sedih. Ku ambil lagi segelas air mineral, aku minum
cepat-cepat. Aku tidak bisa membayangkannya bagaimana rasanya jadi mas, yang
semua orang tidak pernah benar-benar tahu apa kesukaannya.
Komentar