Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2020

Seharusnya Kita Tidak Usah Punya Harapan

Seharusnya kita tidak usah punya harapan Harapan hanya secercah bahasan Yang tiap pagi selalu menjadi sarapan Untuk akhirnya diabaikan Seharusnya kita tidak usah punya harapan Toh itu semua hanya sebuah tawaran Yang mengisi daftar hidup di papan Agar dikira mapan Seharusnya kita tidak usah punya harapan Harapan itu hanya milik orang orang yang mendekap nampan Dengan segala omong kosong murahan Kemudian menjadikannya pajangan Seharusnya kita tidak usah punya harapan Karena bikin hidup acak-acakan Menjadikannya antrian Dalam kurun waktu yang tak tahu kapan

Senang Terus

Ngomong-ngomong soal senang, dulu aku selalu mengkotak-kotakan sesuatu untuk mendapatkan rasa senang. Aku harus menunggu hari-hari tertentu untuk mendapatkan rasa senang. Aku harus bersama orang-orang tertentu untuk mendapatkan rasa senang. Aku harus berada di tempat-tempat tertentu untuk mendapatkan rasa senang. Tetapi kini aku bisa dengan mudah mendapatkan rasa senang. Hal-hal yang bikin aku senang terus: Bisa bangun pagi tanpa nunda-nunda alarm Bisa masak nasi dengan pas, tidak kurang air dan tidak kelebihan air Bisa tidur di mana saja Makan ice cream glico wings frost bite Olahraga Main drum sepanjang hari Dengerin Duta nyanyi Bisa makan indomie di rumah tanpa sembunyi sembunyi Ngobrol sama bapak Ngeliat air mancur di lampu pemberhentian dekat patung SuroBoyo Makan ayam bakar plus terong goreng sebelah akbid Liat video roller costernya Aulion Ngeliat orang main cello Makan malem bareng-bareng di ruang tamu Selesaiin buku dalam waktu satu minggu Makan Rawon Pak Panggat Nyanyi di rum...

Kata Rendra, Aku Terlalu Polos

Siang ini aku hendak membeli bahan-bahan untuk memasak di warung depan gang. Rendra sudah rapi dengan tas totebag yang dibawanya. Seperti biasa ia selalu menyapaku, "hai Sita". Aku hanya tersenyum sambil mencari sandal japitku. "Sita kamu mau kemana?", aku hanya menatapnya. "Malah diem, aku nebeng dong mau ke kampus". "Kamu kuliah?" aku bertanya, "ya iyalah masa aku mau kerja di kampus". Tadinya aku mau menjawab saja kalau aku hanya ingin ke warung depan tetapi Rendra jarang banget kuliah dan berdandan rapi seperti ini, baiklah akan aku antarkan dia ke kampus. Sungguh, ini pertama kalinya ia meminta boncengan. "Sebentar aku lupa kunci motor", aku buru-buru masuk kamar lagi. Anehnya, Rendra membiarkan aku yang membawa motornya yang menurutku itu bagus sekali. Kebanyakan para cowo selalu mengambil alih tanpa meminta persetujuanku. Akhirnya aku yang menjadi sopirnya, baguslah ini berarti motorku memang aku yang pakai. Selama perj...